Senin, 28 Oktober 2013

Eksekusi Yang Tajam

Senyampang masih dalam suasana ajang Piala Eropa, perkenankan saya berbicara sedikit tentang perkara sepak-bola. Ada tim-tim sepakbola, seperti tim Belanda asuhan Van Marwijk, yang sepanjang pertandingan menunjukkan ball-possesion yang tinggi, namun ternyata berujung kepada kekalahan. Mereka aktif berlari kesana kemari sambil menggiring bola, sambil melancarkan tendangan ke gawang (shots on goal), akan tetapi tak ada yang berhasil menjaringkan bola ke dalamnya.
Namun, pertandingan sepakbola bukanlah perlombaan lari. Permainan sepakbola menjadi berarti tatkala seorang pemain berhasil mencetak gol ke gawang dan mendatangkan kemenangan kepada timnya. Di dalam dunia kerja, kita mengenal istilah “sibuk” dan “efektif”. Kesibukan berhubungan dengan volume aktivitas yang kita lakukan, sementara efektivitas terkait dengan value (nilai) yang kita hasilkan dari aktivitas tersebut. Bisa saja kita begitu sibuk alias memiliki volume aktivitas yang tinggi, namun tidak otomatis kita menjadi lebih efektif dalam mendatangkan manfaat atau nilai tambah bagi perusahaan. Oleh karenanya, guru saya mengatakan bahwa kita tak hanya cukup menuntut seseorang untuk bekerja ekstra keras atau istilah kerennya “willingness to do more”, namun pada saat yang bersamaan yang bersangkutan juga harus memiliki sikap “willingness to deliver more”. Dalam konteks sepakbola di atas, “do more” hanya terkait dengan “ball-possesion dan shots on goal”. Sebaliknya, “deliver more” adalah sesuatu yang terkait dengan “goal” itu sendiri serta kemenangan bagi tim secara keseluruhan. Jembatan untuk menjadikan “do more” menjadi “deliver more” adalah dengan melakukan eksekusi yang tajam. Eksekusi yang dilakukan dengan ala kadarnya, tak akan mendatangkan hasil yang maksimal. Sementara, eksekusi yang tajam akan membuat langkah kegiatan kita menjadi lebih efektif, dan mendatangkan hasil seperti yang diharapkan. Seperti yang diakui oleh para pelaku bisnis, seringkali kegagalan operasi bisnis terjadi bukan karena ketiadaan strategi yang hebat dan canggih, namun karena kelalaian dan kelemahan dalam hal eksekusi. Dalam buku anyarnya, The 4 Disciplines of Execution : Acieving Your Wildly Important Goals, Chris McChesney, Sean Covey dan Jim Huling, mensyaratkan empat disiplin yang harus dimiliki sebuah organisasi agar eksekusi rencana kerja dapat berlangsung tajam. Pertama, adalah sikap fokus. Hasil studi menunjukkan, sikap rakus untuk meraih banyak sasaran (goals) pada saat yang bersamaan, justru membuat tak ada sasaran yang tereksekusi secara sempurna. Semakin banyak sasaran yang ingin kita capai, justru semakin menghilangkan energi dan fokus kita untuk mengeksekusi secara tajam. Ujung-ujungnya, jika sasaran tersebut dieksekusi, hasilnya pun menjadi sekadarnya saja. Padahal, seperti diungkapkan oleh pakar manajemen Jim Collins, dalam bisnis “good is the enemy of great”. Organisasi harus fokus kepada sasaran yang tidak hanya “penting” (important), namun “sungguh-sungguh penting” (wildly important). Keberhasilan mencapai sasaran ini, akan membuat segala sesuatu menjadi berbeda. Sebaliknya, kegagalan meraih sasaran ini, akan membuat pencapaian-pencapaian lainnya menjadi kehilangan makna. Kedua adalah sikap prioritas. Prinsip pareto (yang dikenal juga prinsip 80/20), mengajarkan kepada kita bahwa 80% hasil yang kita raih dikontribusikan oleh 20% aktivitas yang kita lakukan. Dengan demikian, mengapa kita tidak memprioritaskan diri untuk memikirkan dan melaksanakan secara mantap 20% kegiatan tersebut. Langkah-langkah aktivitas utama (disebut pula lead-measure) tersebutlah yang harus dipikirkan secara seksama dan diberikan perhatian utama. Alokasi sumber daya, termasuk pikiran dan tenaga, perlu dikonsentrasikan kepada aktivitas-aktivitas utama tersebut. Prinsip prioritas mendidik kita untuk tak hanya bekerja dengan keras, namun bekerja secara cerdas pula. Ketiga adalah sikap kompetitif. Perusahaan perlu menyediakan “scoreboard” yang bisa memotivasi orang untuk bersikap kompetitif. Sebagai contoh, mari kita petik pembelajaran dari bidang olah-raga, yang dikenal sebagai salah satu bidang kehidupan yang paling kompetitif. Beberapa bidang olah-raga kompetisi, seperti basket dan bulutangkis, adalah jenis olah-raga yang paling seru dan mendorong para pemainnya untuk bertarung habis-habisan mengerahkan kemampuan terbaiknya. Tanpa kita sadari, papan skor yang selalu bergerak dari waktu ke waktu, dan bisa disaksikan setiap saat oleh semua orang, adalah alat kecil yang memompa adrenalin para pemain untuk bersaing habis-habisan. Eksekusi yang tajam juga membutuhkan semangat persaingan seperti itu, agar adrenalin para eksekutor di lapangan terpompa sepenuh-penuhnya. Dan, yang terakhir adalah sikap pertanggung-jawaban. Seberapa hebatnya pun sasaran yang kita rumuskan, prioritas yang kita tetapkan dan suasana kompetisi yang kita ciptakan, pada akhirnya yang menjadi pelaksana eksekusi adalah manusia juga. Seberapa hebatnya sistem yang diciptakan dan fasilitas yang disediakan, tak akan menjadi berarti apa-apa tanpa didukung manusia yang memiliki komitmen. Ibarat mobil mewah nan canggih, namun tanpa bahan bakar di tangkinya. Organisasi perlu membangun sistem yang memungkinkan orang untuk bersikap akuntabel terhadap apa yang dilakukannya. Ada insentif (reward) yang diberikan jika mereka melakukan tugas-tanggung jawabnya dengan baik, sebaliknya juga ada dis-insentif (punishment) yang dikenakan jika mereka lalai menjalankan tanggung-jawabnya dengan baik. So, mari kita ukur apakah kita sudah memiliki keempat sikap dan disiplin di atas, agar eksekusi rencana organisasi kita dapat berjalan baik dan tajam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar